Mengungkap segala sesuatu yang ada di Bali, sekala dan niskala, serta kilas balik peristiwa

Sloka 365-390 Sarasamuscaya (KEMATIAN)

Sarasamuscaya: kematian. Gambar: Pixabay/PeterDargatz

KEMATIAN
  • 365. Jika ada seseorang dapat terbebas dari kematian dan dapat hidup abadi, ia boleh bermalas-malasan; sedangkan bagi mereka yang pasti akan mati dan tidak bisa hidup abadi apa gunanya bermalas-malasan.
  • 366. Waktu itu tiada batasnya, ia terus bergerak meski telah melewati ribuan putaran tahun; sedangkan hidup itu ada batasnya, bahkan seringkali dijalani dengan sangat cepat dan hanya dalam sekejap saja; sadar akan hal tersebut, apakah yang menyebabkan orang masih menyianyiakan waktu, mari manfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk berbuat kebajikan.
  • 367. Sesungguhnya umur sekalian makhluk hidup itu teramat pendeknya, bahkan sebagian dari umurnya itu pada waktu malam dipakainya untuk tidur akibat kantuk; yang lain dilalui dengan penyakit, kesedihan, umur tua dan masalah-masalah hidup lainnya, akhirnya sangat sedikitlah masa hidup itu sesungguhnya.
  • 368. Semua makhluk terperangkap dalam siklus hidup dan mati, masa hidup mereka lewati dengan penyakit, usia tua, dan kesedihan; namun umumnya tidak banyak orang yang sadar akan singkatnya masa hidup itu.
  • 369. Bukan karena obat, bukan karena doa, bukan karena kurban, dan juga bukan karena pengulangan-pengulangan mantra mampu membebaskan orang dari kematian; sesungguhnya tidak ada orang yang dapat terbebas dari kematian.
  • 370. Jika tidak ada instrospeksi diri setelah melihat orang tua renta, orang sakit, dan orang mati, dimana seolah-olah ia tidak akan berkeadaan seperti itu kelak; orang yang seperti ini tidak ubahnya dengan pecahan periuk atau batu bata.
  • 371. Walaupun lantaran saktinya seseorang dapat menguasai empat benua hanya dalam sekejap, namun ia tidak akan dapat menghindarkan dirinya dari penyakit, usia tua dan kematian.
  • 372. Waktu adalah tubuh dari sang maut kematian, detik, menit, jam, siang, malam dan pembagian waktu lainnya adalah organ-organ tubuhnya; wujudnya adalah penyakit dan usia tua, inilah penampakkan dari kematian. bagaikan ular menelan mangsanya, demikianlah kematian pasti akan menelan makhluk hidup jika sudah waktunya.
  • 373. Oleh karena itu, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya saat hidup ini untuk melaksanakan kebajikan dan kebenaran, sebab diusia tua demikian banyaknya hambatan (kelemahan fisik & penyakit) untuk melakukan kebajikan dan kebenaran dengan sepurna. Seperti keadaan orang tua renta yang masih bernafsu untuk berkelahi, lantaran kelemahan fisiknya ia akan jatuh bangun melakukannya; bagaikan srigala tua yang telah ompong ingin mengunyah tulang, sia-sialah usahanya itu dan ia hanya dapat menjilatinya saja.
  • 374. Kenapa orang selalu lupa bahwa ia akan mati pada akhirnya, bagaikan orang terhukum mati, hari-hari berlalu, semua akan membawanya semakin dekat dengan masa eksekusi; demikianlah keadaan makhluk hidup, saban hari waktu hidupnya semakin berkurang.
  • 375. Kematian tidak dapat ditolak dan waktunyapun tidak dapat diramalkan, oleh karenanya sangat kelirulah orang yang selalu mengulur-ngulur waktu untuk melakukan kebajikan dan kebenaran; kelirulah orang yang berpikir bahwa kebajikan yang seharusnya dilakukan hari ini akan dilakukannya esok hari.
  • 376. Sebab tidak ada yang dapat memutus hidup selain dari pada kematian, maka dari pada itu lakukanlah seolah dengan tergesa-gesa kebajikan dan kebenaran itu; bagaikan keadaan buah-buahan akhirnya ia akan jatuh juga ke tanah, demikianlah yang hidup pasti akan mati cepat atau lambat, maka percepatlah untuk melakukan hal-hal yang bajik dan benar dalam hidup ini.
  • 377. Kematian sudah ditetapkan waktunya oleh takdir Tuhan, walaupun terluka parah ia tidak akan mati jika belum takdirnya, sebaliknya jika sudah takdir, seseorang bisa mati walaupun hanya tertancap duri.
  • 378. Kesimpulannya, sekalian makhluk hidup diombang-ambingkan oleh kesengsaraan dan kematian; menyadari kenyataan ini, kenapa manusia masih saja melakukan kesenangan-kesenangan egoistiknya dengan menyengsarakan makhluk hidup lainnya.
  • 379. Sebab kematian itu senantiasa akan mengintai hidup kita, tidak perduli sedang duduk, tidur, berjalan, sedang makan dll. Menyadari kondisi ini kenapa kita masih enak-enakan tidur dalam kemalasan, bagaikan ikan dalam tempayan, hidupnya hanya menunggu mati.
  • 380. Bagaimanapun ‘pahit’ dan sulitnya hidup, mau tidak mau kita harus menjalaninya juga. Segala sesuatu yang merupakan karma haruslah dinikmati, hidup miskin kekurangan pangan, tuna wisma, tanpa pertolongan, bantuan dll, semua itu harus dijalani juga. Jika ingin merubah karma, lakukanlah kebajikan dan kebenaran mulai hari ini; sebab kelak ialah yang akan menemani hidup, sebagai kawan yang akan memberikan pertolongan setiap saat.
  • 381. Saat ajal tiba, isakan tangis sanak saudara dan kawan mengiringi; selanjutnya tiada siapapun yang menemani, bahkan pasangan hidup kitapun akan beranjak pergi dari kuburan, tiba saatnya kita berjalan sendiri saja dan hanya ditemani oleh karma bajik dan buruk saat hidup.
  • 382. Masa anak-anak hilang oleh masa remaja, keremajaan hilang oleh kedewasaan, kedewasaan itu hilang oleh masa tua, dan semuanya hilang ditelan kematian. menyadari ini, mulai sekarang bergiatlah untuk mulai menabung kebajikan dan kebenaran, sebab ialah yang merupakan harta diakherat.
  • 383. Kekayaan-kekayaan duniawi tidak akan dapat dipergunakan untuk menghindar dari penyakit, usia tua, dan kematian.
  • 384. Tidak kekallah keremajaan, kecantikkan, pun juga hidup ini; apalagi kepemilikan harta kekayaan, misalnya uang, emas, perak, pakaiaan dll, inilah yang harus diperhatikan oleh mereka yang bijaksana dan bebaskanlah diri dari ikatan-ikatan itu.
  • 385. Janganlah takabur akan usia muda yang sehat, jangan sombong atas berlimpahnya kekayaan yang dimiliki; hendaknya selalu waspada akan penyakit sosial dan kemiskinan moral, seperti kewaspadaan kita pada api, racun dan musuh.
  • 386. Hendaknya inilah yang diwaspadai oleh para arif bijaksana: wanita jalang, lelaki hidung belang, para penjilat, manusia licik, kepikunan, tawaran kenikmatan, dan pada mereka yang hanya menghafal ilmu pengetahuan (doktrin agama) tanpa berusaha memahaminya dengan benar.
  • 387. Kodrat manusia tidak bisa lepas dari kesedihan, penyakit, usia tua, dan kematian; mereka yang cerdas menyadari dengan baik kenyataan tersebut dan tidak akan membiarkan dirinya diperbudak oleh kenikmatan-kenikmatan sesat, dan mereka yang bijaksana akan berusaha lepas dari kenikmatan-kenikmatan duniawi yang mengikat.
  • 388. Hidup bergantung pada badan, badan adalah tempat hidup; hidup menyebabkan badan ada; lenyapnya badan melenyapkan hidup, lenyapnya hidup berarti musnahnya badan; pendek kata antara hidup dan badan muncul bersamaan dan musnahnya pun bersamaan juga.
  • 389. Karena perbuatan baik ataupun buruk dilakukan dengan perantaraan badan, maka badan itulah yang menerima akibat dari perbuatan baik ataupun buruk. Pada hakekatnya badan adalah pelaku dari perbuatan dan juga sebagai penerima akibat perbuatan tersebut.
  • 390. Sekalian makhluk dikuasai oleh waktu dan menderita dalam waktu, menyadari semuanya, jangan pernah sia-siakan waktu, dengan segera berbuatlah kebajikan dan kebenaran.

0 Response to "Sloka 365-390 Sarasamuscaya (KEMATIAN)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel