Mengungkap segala sesuatu yang ada di Bali, sekala dan niskala, serta kilas balik peristiwa

Pura Dalem Kahyangan Desa Pekraman Kesiman Genah Mayoga Ida Ratu Ayu Candra Gni


Pura Dalem Kahyangan Desa Pekraman Kesiman, Denpasar, Bali
Maped saat pujawali Pura Dalem Kahyangan Desa Pekraman Kesiman, Denpasar, Bali. Dok Pribadi

BALI-UNIK.COM - Pura Dalem Kahyangan Desa Pekraman Kesiman, Denpasar, Bali, sudah ada sejak abad ke-17.
Pura Dalem ini adalah genah mapralina.
Jika dikaitkan dengan Tri Kahyangan yang menyangkut Puseh, Desa dan Dalem, keunikan bisa dilihat di Desa Pekraman Kesiman. 
Menurut penuturan Wayan Wiranata, SH., MH pada Tahun 2013 silam saat ia menjabat sebagai penyarikan Banjar  Kebonkuri, Desa Pekraman Kesiman, di desa ini terdapat Pura Puseh, Pura Desa dan juga Pura Dalem.
Selain itu ada lagi Pura Dalem Kahyangan dan Pura Mrajapati.
“Di Desa Pekraman Kesiman, Pura Dalem Kahyangan diperuntukkan menuja Ida Bhatari Durga. Dalam filsafat Tri Murti, Pura Dalem merupakan tempat memuja Bhatara Siwa, secara otomatis Bhatari Durga sebagai sakti Bhatara Durga berfungsi mralina. Namun di Desa Pekraman Kesiman, Pura Dalem Kahyangan khusus memuja Bhatari Durga,” papar Wirata.
Hal senada juga diungkapkan Jro Mangku Kahyangan,”Pura ini sudah ada sejak pemerintahan Raja Bali. Yang dipuja adalah Bhatari Durga sebagai Dalemnya setra (pralina)”.
Ida Ratu Ayu Candra Gni, sasuhunan Pura Dalem Mutering Jagat Kesiman yang mayoga di Pura Dalem Kahyangan Desa Pekraman Kesiman dihaturkan pujawali pada Anggarakasih, Kajeng Kliwon, Wuku Tambir. 
Pujawali ini khusus dilaksanakan untuk nyomya unen-unen Ida Bhatara Durga agar tidak mengganggu kehidupan masyarakat secara umum.
Ida Sasuhunan Ratu Ayu Candra Gni yang dihaturkan pujawali memiliki sameton mapesengan Ida Ratu Ayu Candra Bawa malinggih ring Pura Mas Pait, Banjar Singgi, Sanur, Denpasar, Bali. 
Wirata mengungkapkan, setiap pujawali di pura ini, Ida Ratu Ayu Candra Bawa senantiasa rauh kairing masyarakat Banjar Singgi, Sanur. 
Hingga prosesi upacara berakhir barulah Ida Ratu Ayu Candra Bawa kembali ke payogan Ida ring Pura Mas Pait.
Demikian sebaliknya ketika ada pujawali di Pura Mas Pait, Ratu Ayu Candra Gni juga kairing ke pura tersebut. 
Demikian kaitan kedua pura tidak dapat dipisahkan karena ada hubungan pasemetonan antara kedua sasuhunan.
Pujawali saat itu mengambil tingkatan madya tanpa mengurangi makna pujawali. 
Diawali dengan maped yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Kebonkuri. 
Malam harinya kurang lebih pukul 23.00 dilanjutkan dengan upacara napak caru. 
Tidak ketinggalan unsur budaya yang membalut ritual upacara yaitu tari-tarian sakral tampil menambah aura magis pujawali.
Salah satunya tari pendet dipersembahkan oleh penari Banjar Kebon Kuri Lukluk. 
Penarinya laki-laki yang masih truna dan mereka adalah orang-orang pilihan. 
Dilanjutkan dengan marerauhan
Malam itu juga setelah pujawali, Ratu Ayu Candra Bawa kembali ke Sanur kairing masyarakat panyungsung.
“Pada saat Ida akan kembali ke Sanur, muncul rasa haru masyarakat yang menyaksikan. Selayaknya kehidupan di alam manusia ini, kami melihat seperti perpisahan antara kakak adik yang menyedihkan. Ida Ratu Ayu Candra Gni  mengantar Ida Ratu Ayu Candra Bawa hingga di nista mandala. Di sana saling bersalaman seolah ada kesedihan dalam perpisahan,” ungkap salah seorang masyarakat panyungsung Pura Dalem Kahyangan  Desa Pekraman Kesiman.

Masyarakat Kebonkuri Maped
Setiap pujawali yang berlangsung enam bulan sekali, krama adat Kebonkuri memiliki tanggungjawab pada Pura Dalem Kahyangan Desa Pekraman Kesiman untuk melaksanakan ped banten (maped-red).
“Berdasarkan purana ditempatkan di pura parerepan Kebonkuri, sejarah adanya ped banten tidak lepas dari tanggung jawab krama adat Kebonkuri yang terdriri dari Kebonkuri Kelod, Kebonkuri Mangku, Kebonkuri Tengah dan Kebonkuri Lukluk pada Pura Dalem Kahyangan Kesiman. Masyarakat Kebonkuri dengan sujud bakti membuat gebogan yang diarak dan diped oleh masyarakat,” ucap Wirata.
Lebih lanjut diungkapkannya, maped ini dilatarbelakangi Pura Dalem Kahyangan Kesiman nyungsung Ida Bhatara Ratu Ayu Sasuhunan Dalem Mutering Jagat Kesiman yang diserahkan oleh masyarakat Kebonkuri untuk mapahayu, memperbaiki jika ada rusak, ngaturin pujawali pada saat piodalan Beliau. 
Masyarakat Kebonkuri tidak dibebankan kewajiban lagi ngaturin piodalan di Pura Dalem, Pura Puseh dan Pura Desa. 
Termasuk jika ada melis, biaya maupun upacara tidak dibebankan lagi karena kewajiban mapehayu Ida Bhatara Ratu Ayu Dalem Muterin Jagat Kesiman yang disungsung oleh masyarakat Kebonkuri.
Masyarakat yang maped terdiri dari 4 banjar yang digabung menjadi satu masyarakat gumi Kebonkuri. 
Meski dalam suasana hujan rintik-rintik, maped dilaksanakan dengan penuh rasa bhakti pada Ida Sasuhunan.
Maped dengan nyuun gebogan yang dilakukan oleh ibu-ibu dimulai dari Jalan Sedap Malam menuju Jalan Supratman menuju ke timur masuk ke Waribang. 
Jumlah masing-masing KK dari keempat banjar tersebut kurang lebih 70 KK pada Tahun 2013.
Jika dihitung termasuk masyarakat pendatang yang aktif semuanya bisa mencapai 300 banten ped.
Seperti barisan semut, ibu-ibu berbalut kain kuning tetamian pakaian adat Bali ke pura terlihat sangat cantik. 
“Maped di sini memang cukup unik sebab kami masih menjaga warisan leluhur maped dengan malelunakan. Zaman sekarang biasanya ibu-ibu yang maped menggunakan baju kebaya, sedangkan di sini masih malelunakan. Inilah yang harus dipertahanan, kami bersyukur masih didukung oleh para ibu-ibu mempertahankan kearifan local tersebut,” paparnya.
“Sejak dahulu maped selalu rutin dilaksanakan. Masyarakat tidak berani mengingkari hal ini sebab kami meyakini Ratu Ayu mengayomi dan menetralisir aura negative menjadi positif melalui pujawali ini. Jika ini (maped-red) tidak dilaksanakan maka otomatis aura negative itu menguasi sehingga kesejahteraan masyarakat khususnya Kebonkuri dan Kesiman akan diganggu,” paparnya.
Upacara ini khusus dilaksanakan untuk nyomya unen-unen Ida Bhatara Durga agar tidak mengganggu kehidupan masyarakat secara umum. 
Tidak diketahui secara pasti kapan maped di Kesiman dilaksanakan, namun Wayan Wiranata mengungkapkan semenjak ada Kahyangan Tiga di Kesiman, sejak saat itulah maped dilaksanakan.
Pujawali dilaksanakan bertepatan degan Anggarakasih nemu Kajeng Kliwon, Wuku Tambir, enam bulan sekali. 
Pujawali tetap tidak boleh dikurangi tapi jika ada penambahan boleh tergantung tingkatan pujawali.
Persiapan dari masing-masing banjar untuk menyukseskan pujawali, secara bergilir banjar ngaturin baris pendet pada malam hari nuur Ida Bhatara Bhatari. 
Masyarakat umum ada yang ngelawar maupun mebat tidak lain sebagai wujud bhakti dan persembahan kepada Beliau.
Maped tidak bisa diputus termasuk ritual tidak bisa dihilangan dengan alasan apapun. 
Takutnya jika Bhatari Durga tidak disomya seperti cerita Barong Somi bisa menimbulkan grubug agung yang melanda masyarakat dan kawasan Kesiman. ***

0 Response to "Pura Dalem Kahyangan Desa Pekraman Kesiman Genah Mayoga Ida Ratu Ayu Candra Gni"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel